Judul di atas dalam bahasa Indonesia yang baku dan bersahaja dapat diartikan “Kenapa Sangat Serius?” Atau dalam kamus gaul Indonesia adalah “Kenapa Serius Banget Sech?”
Saya akan memberikan Anda satu cerita yang saya alami sendiri belum lama ini. Jalan yang selalu saya lewati dari rumah menuju kantor dan sebaliknya selalu melalui Jalan Tol Dalam Kota ruas, Ancol-Tomang dan sebaliknya.
Bagi Anda yang melalui jalur ini pasti tahu mengenai kemacetan luar biasa yang terjadi dari akhir tahun lalu. Bagi yang belum tahu, ruas tol Jembatan Tiga yang notabene berada dalam lajur Ancol-Tomang (dan sebaliknya) akhir tahun lalu mengalami kebakaran hebat.
Yang sebelumnya jalan tol tersebut mampu menampung 4 lajur kendaraan (1 lajur darurat) diubah menjadi 1 lajur sepanjang kurang lebih 200 M. Tadinya hal ini hanya menyebabkan kemacetan di pagi saja, karena arah baliknya Tomang-Ancol masih lancar (lajurnya hanya ditutup satu).
Tetapi di awal April, tepat diatas Jembatan Tiga, lajur Ancol-Tomang dan sebaliknya ditutup 3/4nya. Dari 4 lajur penyempitan menjadi 1 lajur. Sementara dari Tomang-Ancol dari 6 lajur menjadi 1 lajur.
Dan hari pertama hal tersebut diaktifkan, Jakarta mengalami kemacetan yang luar biasa. Jalan tol ruas Tomang-Ancol stuck selama 3 jam!
Setelah mengetahui hal di atas, saya memutuskan tidak lagi melalui Jalan Tol Dalam Kota dan memilih jalur alternatif lainnya. Tapi, suatu hari di minggu-minggu lalu saya iseng masuk dalam tol tersebut karena saya pikir radio sudah jarang memberitahukan mengenai hal tersebut, jadi saya duga tidak akan macet lagi. Dan ternyata dugaan saya salah. Dari arah jalan layang kemacetan terjadi, dan diujung jalan saya bisa melihat lebih dari 6 lajur mobil sedang berebutan untuk masuk ke dalam 1 lajur tersebut.
“Haduh!” itu kata pertama yang terlontar keluar dari mulut saya ketika melihat apa yang harus saya lewati nantinya. Mobil bergerak sangat pelan dan merayap, kontainer dan truk besar bergerak lebih pelan, berhati-hati. Klakson mobil berterbangan ke sana kemari, suara gas mobil yang diinjak dalam terdengar keras.
Saya membuka kaca mobil dan teringat kepada personal tea saya dan saya melakukan hal ini. Saya nyalakan rokok saya, saya tarik dan saya hembuskan ke atas, melirik ke kemacetan di depan dan berkata “Why So Serious Man?” dan percaya atau tidak, saya tersenyum!
Pertanyaan Why So Serious membantu saya memandang kemacetan di depan bukan sebagai sesuatu yang super serious dan membuat stress. Saya memandang kemacetan di depan saya sebagai tantangan yang seru, games mobil yang memerlukan skill yang canggih. Ketika saya melihat kemacetan tersebut bukan merupakan ajang egois-egoisan, perjalanan saya menjadi lebih lancar.
Setelah lepas dari kemacetan tadi, saya melihat mobil yang tadi tidak memberikan saya jalan sedang parkir di tepi jalan dengan menyalakan lampu hazard. Yap, mobilnya MOGOK. Mungkin karena terlalu nafsu menekan gas.
Anyway, apa yang bisa Anda dapatkan dari cerita saya di atas?
Saya pernah membaca sebuah cerita mengenai bagaimana seseorang tidak dapat mengontrol 10% atas apa yang akan terjadi. Seperti lampu merah, macet, hujan, bencana dan lain-lain, Tetapi 90% sisanya berada di tangan seseorang tentang bagaimana dia akan memandang 10% tersebut. Apakah dia akan memandang hal tersebut sebagai musibah? Bencana? Kesialan? Kemarahan? Stress?
Saya pribadi, Lex dan Kei percaya bahwa setiap orang hidup dalam paragdimanya sendiri. Anda mungkin pernah mengalami kejadian di atas dan mengambil sikap seperti saya, tapi sering kali sikap yang pertama (marah-marah, stress) adalah pilihan yang sering kita ambil.
Kita tidak bisa mengontrol hal tersebut memang, tapi kita bisa mengontrol tindakan apa yang bisa kita ambil saat mengalami hal tersebut. Dan tindakan yang kita ambil tersebut akan memberikan impact yang either baik atau buruk untuk kita saat itu.
Dari kecil sampai dewasa, kita selalu diajari untuk serius saat menghadapi suatu permasalahan yang pelik. Tetapi sayangnya sering kali kita lupa sesuatu. Saat Anda menjadi terlalu serius dalam menghadapi segala sesuatu, tanpa Anda sadari Anda menjadi tegang, Anda menjadi pemarah, Anda menjadi stres dan tertekan. Dan saat itu, bagaimana caranya Anda bisa berpikir dengan baik? Saat segala sesuatu melintas di pikiran Anda.
Anda mungkin marah kepada target wanita yang anda dekati karena dia menolak Anda, padahal kalau Anda memandang dari sisi yang lain dan tidak menganggap serius penolakan atau bahkan tidak menganggap serius sesuatu yang namanya Romansa, Anda mungkin bisa melihat kenapa Anda ditolak.
Anda mungkin terlalu serius saat sedang melakukan pendekatan. Atau mungkin Anda tidak menyadari kalau Anda terlihat tidak confidence di depan target Anda. Atau Anda mungkin tidak sadar kalau selama ini memang buta soal romance.
Why So Serious, selalu saya lemparkan dan tanyakan pada diri saya saat mengalami suatu permasalahan, baik itu di kantor, Hitman System, keluarga dan di mana saja.
Why So Serious bukan mengajarkan kalau Anda ketawa-ketawa saja atau santai-santai saja. Sebaliknya, mengajarkan pada kita bagaimana Anda harus memandang kejadian-kejadian tersebut dan menjadikannya sebagai pelajaran untuk membuat diri Anda jauh lebih baik lagi. Pertanyaan yang Anda ajukan ke diri Anda sendiri dan Anda jawab sendiri akan membuat Anda berkali-kali lipat lebih baik dibandingkan mengambil sikap tanpa Anda pikirkan terlebih dahulu.
Now, go out and smile to the world.
Senin
Why So Serious?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comment Form under post in blogger/blogspot