Jumat

Broker Properti, Cuma Mikir Komisi?

Agen properti menjadi solusi buat mereka yang ingin menjual atau membeli properti. Melalui tempat inilah, masyarakat dan developer atau masyarakat dengan masyarakat bertransaksi properti. Tapi, bagaimana kinerjanya sekarang ini? Apakah masih dalam koridor-koridor yang ditentukan? Atau malah melenceng jauh?

Bila diartikan secara bebas, agen properti atau broker sendiri berfungsi sebagai perantara antara penjual dan properti. Tapi, kalau melihat profesionalitasnya, broker harusnya bisa lebih dari sekedar perantara.

“Fungsi broker bukan hanya itu, mereka juga harus bisa memberikan informasi yang jelas dan mendetail. Mereka bukan hanya bertransaksi, ngomong, minta komisi, terus ninggalin kliennya. Mereka harus lebih dari itu. Harus bisa memberikan solusi dan bukan hanya solusi jual-belinya saja,” kata Ketua Dewan Pengurus Pusat AREBI, Tirta Setiawan.

Kita sebagai broker, lanjutnya, harus memberikan informasi semaksimal mungkin dan benar seperti, harga properti, surat-surat, lingkungannya, kondisi bangunan, dan lainnya. Broker juga harus memberikan konsultasi dan tahu hak-haknya. Misalkan daerah Puri Indah, mereka harus tahu harga pasaran properti di sana agar bisa mengetahui gambaran dan perbandingan antar wilayah.

“Sebagai broker yang baik, mereka harus mau belajar dan selalu aktif. Misalnya, ikut seminar, pameran, dan membaca buku-buku panduan seperti majalah-majalah properti yang ada. Sayangnya, yang ada saat ini, broker-broker banyak yang malas membaca dan menyentuh majalah-majalah properti. Giliran menyentuh komisi, baru nomer satu,” ujar Tirta yang telah menggeluti bidang properti lebih dari 10 tahun ini.

Broker sekarang itu beda dengan broker 20 – 30 tahun lalu. Dulu, mereka hanya jual-beli saja, tanpa tahu bagaimana mengurusnya ke bank, notaris, dan sebagainya. Tapi kalau sekarang, broker harus mengerti masalah itu.

Saat ini, banyak pandangan lain yang dilemparkan oleh masyarakat mengenai keberadaan broker. Mereka (broker) kerap dianggap sama saja dengan calo.

“Makanya, broker-broker itu harus bisa meningkatkan kredibilitasnya. Jangan sampai masyarakat masih ada yang beranggapan demikian. Yakinlah, broker yang masih bermental calo akan terlewatkan.

Meski begitu, broker properti tetap memiliki andil yang cukup besar buat perkembangan properti. Pergerakan properti di mana pun atau di negara mana pun, tidak lepas dari peranan broker. Karena broker sering kali dijadikan dasar buat pelaku properti.
Misalnya, untuk mengetahui informasi properti seperti harga dan pasaran properti.

“Saat ini saja, banyak developer yang melihat atau mengecek harga dari broker-broker properti. Padahal dulu mana ada seperti itu,” ujar Tirta.
Dalam hal pemasaran, ada beberapa permasalahan yang dihadapi agen properti. Salah satunya adalah komisi.

“Masyarakat atau developer sudah mengerti kinerja broker sekarang ini. Mereka sudah tahu untungnya memakai jasa properti. Tapi kendalanya, ketika menitipkan propertinya, mereka mikir masalah membayar komisinya,” ucap Tirta.

Salahnya, lanjut Tirta, banyak yang berpengertian kalau menitipkan properti ke banyak agen properti itu lebih menguntungkan dibanding hanya pada satu broker. Padahal menurut saya, pendapat itu 90% nya salah. Salahnya, jika menitip properti ke banyak broker sedangkan konsumennya sama, akan terjadi koreksi harga dan kalau itu terjadi, yang rugi adalah pemilik properti.

Komisi
Ada kabar kalau agen-agen properti banyak bersaing dan saling menurunkan komisi untuk memenangkan kompetisi. Padahal jika begitu, broker sendiri yang dirugikan dan membuat persaingan antar agen properti menjadi tidak “sehat”.

“Sebenarnya persaingan antar broker hingga saat ini masih sehat. Masih ada kontrol. Persaingan saat ini pun lebih kepada siapa yang aktif maka akan menang. Untuk komisi tidak bisa kita tentukan. Kenakalan kepada konsumen pun kecil, tapi 90% dari mereka, nakal pada diri sendiri. Komisi suka dimakan sendiri, tidak lapor ke kantor,” kata Tirta.

Mengenai kredibilitas broker, ujar Tirta, rata-rata di Jakarta sudah cukup oke. Namun, jika tanpa standardisasi ditakutkan antar agen properti bisa perang harga. Saling menurunkan komisi serendah mungkin yang bisa menimbulkan ketidakprofesionalan mereka. Malah banyak broker yang terjun tanpa belajar dan pelatihan. Ini yang membuat kualitas broker menurun.

Terpenting saat ini, setiap broker harus menaikan kualitas dan pelayananya. Masalah komisi nantinya akan bisa naik dengan sendirinya.

“Harapan saya, setiap agen properti bisa lebih profesional lagi. Berikan layanan yang terbaik untuk kliennya. Jangan selalu melihat komisinya saja. Jangan sampai broker kita kalah dengan broker-broker Singapura yang bagus-bagus meski nilai komisinya hanya 1 %,” tutup Tirta.