Prospektif, Semakin Baik, Tapi Komisi Menurun
Perkembangan properti di Puri Indah dan sekitarnya masih akan terus berkembang di waktu mendatang. Apalagi daerah tersebut termasuk dalam wilayah pembangunan sentra primer baru untuk daerah Jakarta Barat.
Sejumlah lahan di seputar Kantor Walikota Jakarta Barat telah disiapkan untuk pembangunan berbagai properti. Di Jakarta Barat, Sentra Primer Baru Barat (SPBB) atau Central Business District Jakarta Barat (CBD) di bangun di daerah Puri Indah dengan luas kurang lebih 134 hektar.
Pembentukan kawasan itu merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah (RTRW) 2010, yang mengarahkan pertumbuhan pembangunan kota ke wilayah timur dan barat Jakarta. Upaya itu diharapkan akan membatasi pertumbuhan pengembangan kota ke arah selatan, yang merupakan wilayah resapan air bagi Jakarta.
Hingga saat ini baru 65% dari total luas lahan yang direncanakan, telah menjadi bagian dari kawasan SPB Barat. Sisanya masih berupa rumah-rumah penduduk yang lahannya belum dibebaskan.
Tapi, meskipun begitu, pembangunan properti di Jakarta Barat masih terbilang tertinggal dibandingkan belahan Jakarta lainnya, terutama dengan Jakarta Selatan yang pembangunan propertinya berkembang pesat. Begitu juga bila dibandingkan dengan Serpong atau Kelapa Gading.
“Dari segi jumlah, perkembangan properti di wilayah Puri Indah terbilang masih sangat jauh jika dibandingkan dengan Kelapa Gading atau Serpong. Pembangunan properti komersial memang ada, tapi biasa saja. Selain faktor harga yang tidak lebih baik dari kedua daerah tersebut, di sana pun masih banyak daerah yang belum tersentuh seperti daerah deket outer ring road dan daerah Meruya yang masih banyak tanah-tanah kosong,” kata Ketua Dewan Pengurus Pusat AREBI, Tirta Setiawan.
Dengan kata lain, Puri Indah dan sekitarnya masih sangat berpotensi untuk terus berkembang dan daerahnya belum “mati”. Namun, progresnya tidak lebih baik di banding Serpong dan Kelapa gading.
Tapi, menurut Principal Ray White Puri Indah, Ir Widiyanto, justru perkembangan properti di Puri Indah semakin tahun semakin baik. Harga propertinya pun dibilang terus merangkak naik.
Dengan kondisi tersebut, lanjutnya, tentu membuat bisnis properti terutama perusahaan agen properti memiliki prospek yang bagus. Tapi sayangnya, dengan harga properti yang meninggi, fee untuk para broker justru malah menurun. Malah ada yang mau menerima fee di bawah 1%. Padahal normalnya sekitar 2,5 – 3%.
Broker Properti
Pesatnya pertumbuhan properti dan cukup menjanjikannya prospek satu wilayah tentunya akan membuat banyak agen properti tumbuh di sana. Agen properti atau broker yang berfungsi sebagai perantara antara penjual dan pembeli properti cukup memiliki andil dalam perkembangan properti.
Sekarang ini, sudah banyak berdiri agen-agen properti, baik yang merupakan perusahaan asing atau lokal. Kehadiran mereka tentunya sangat membantu masyarakat perkotaan yang kebanyakan terlalu sibuk dengan pekerjaan.
“Agen properti dari tahun ke tahun memang terus berkembang karena masyarakat mulai menyadarai bahwa agen properti itu sangat penting. Terlebih, bagi masyarakat yang ingin menjual properti, tapi tak punya waktu. Alasan inilah yang membuat masyarakat mulai percaya menitipkan properti pada agen properti,” kata Executive Director Mpro, Harsono.
Hal senada juga diungkapkan Direktur Utama Century 21 Pertiwi, Ir. Ali Hanafia L, yang mengatakan bahwa saat ini, khusus di kota-kota besar, keberadaan broker sudah tidak dipandang sebelah mata. Masyarakat pada umumnya mulai familiar dengan agen properti. Namun, jika dibandingkan dengan negara-negara maju, keadaannya masih jauh. Di sana, ada peraturan yang mengharuskan transaksi properti hanya bisa dilakukan melalui agen properti.
Ali juga menambahkan, bahwa dengan banyaknya agen properti asing yang berdiri di sini, itu merupakan pertanda bagus. Tapi, harus diingat bahwa tidak semua franchise agen properti dari luar itu bagus. Yang kita takutkan, mereka masuk cuma beli nama saja, tapi tidak beli teknologi dan sistem. Padahal yang mau kita belajar dari mereka itu adalah sistem dan teknologinya.
Seiring pesatnya perkembangan properti dan agen properti, sepertinya masyarakat juga perlu terus diedukasi menyangkut kehadiran agen properti yang sering disebut sebagai makelar properti. “Perkembangan bisnis properti memang sudah semakin baik. Namun hingga saat ini, masih ada saja sebagian orang yang menganggap kalau agen properti itu adalah makelar,” ujar Marketing Manager Maestro Realty, Antonius S Chandra.
Padahal, tambahnya, hal tersebut jelas berbeda. Kalau agen properti akan membimbing kliennya untuk mengerti kondisi properti yang akan dibeli, memberikan masukan harga pasaran yang cocok untuk propertinya dan sebagainya. Jadi bukan hanya masalah jual-beli saja.
Bahkan sebenarnya, seperti yang diterangkan Antonius, makelar tidak bisa disandingkan dengan agen properti. Makelar kebanyakan hanya sekedar mempertemukan antara kedua belah pihak, penjual dan pembeli. Setelah itu, mereka akan pergi. Berbeda dengan agen properti yang akan memberi kemudahan pada penitip rumah dan pembeli agar saling menguntungkan seperti membantu hingga ke pengurusan surat-surat dan lainnya.
Memang kalau dilihat dari struktur organisasi dan profesionalitas, antara agen properti dan makelar/calo berbeda. Apalagi kalau masalah fee.
“Calo jelas sangat berbeda dengan agen properti. Calo sering kali menaikan harga yang telah disepakati. Sedangkan agen properti sendiri sangat memegang kesepakatan yang sudah terjalin kepada penitip properti. Tapi, beda lagi dengan BT (Broker Tradisional). Banyak Broker Tradisonal yang malah profesional dan mempunyai loyalitas tinggi,” jelas Ir Widiyanto yang biasa disebut Aseng.
Calo, kata Harsono menambahi, tidak bisa disamakan dengan agen properti. Agen properti mempunyai manajemen yang jelas. Sedangkan calo tidak mempunyai apa yang dimiliki sebuah agen properti.
Perbedaan lainnya, ujar Principal Roy Weston Puri Indah, Budiman menimpali, calo tidak mempunyai badan hukum, tidak memiliki sistem, tidak mempunyai kantor dan lainnya. Sedangkan agen properti merupakan badan usaha yang sudah sistemastis dengan tenaga-tenaga profesional.
“Jika dibandingakan per wilayah antara Jakarta Barat dengan Jakarta Selatan, komunitas Jakarta Selatan masih lebih baik. Ini bisa dilihat dari harga, lokasi, dan pandangan masyarakatnya sendiri tentang peran agen properti,” ungkap Antonius.
Namun, lanjutnya, dari semuanya ini, yang terpenting adalah pemerintah harusnya membuat undang-undang yang baku mengenai agen properti. Sekarang ini, keberadaan agen properti sangat dibutuhkan masyarakat. Apalagi saat ini pembangunan mulai pesat di beberapa wilayah strategis.
Meskipun begitu, perkembangan pembangunan tersebut tidak selalu membuat semua agen properti bisa terus berkembang. Tidak sedikit agen-agen properti yang gulung tikar akibat tidak mampu bersaing dalam dunia properti yang semakin ketat.
“Terpenting dalam hal ini adalah kita harus memberikan layanan yang baik pada konsumen. Apalagi sekarang ini masih banyak masyarakat yang mengangap bahwa bertransaksi lewat agen properti itu akan lebih mahal. Padahal yang terjadi tidak seperti itu,” ujar Budiman.
Persaingan dan Fee
Dalam bidang usaha apa pun, persaingan itu pasti ada. Kompetisi pun sering kali berlanjut dengan saling menjatuhkan harga atau fee yang diterima oleh sebuah perusahaan. Akibatnya, banyak perusahaan yang bertumbangan karena cara memenangkan persaingan yang tidak “sehat” tersebut.
“Perkembangan dunia properti dari tahun-ketahun semakin baik saja. Inilah yang membuat agen-agen propeti bisa tumbuh. Untuk diwilayah Puri sendiri, harga properti yang ada dari tahun ke tahun selalu naik. Namun anehnya, nilai fee untuk agen properti sendiri malah turun,” kata Aseng.
Parahnya lagi, lanjut dia, para broker mulai kurang profesional dengan fee. Sampai-sampai ada yang mau terima fee sampai setengah persen. Ini memang sulit dibuktikan, tapi kenyataanya memang masih banyak broker yang seperti itu.
“Saat ini persaingan sudah mulai tidak sehat. Banyak pula agen-agen yang kurang sportif dengan fee atau komisi yang berlaku. Padahal jika kita mau sadari, komisi sebesar 2,5 persen yang ditetapkan itu sudah sangat pas. Tapi nyatanya, banyak agen yang masih mau terima komisi di bawah standar tersebut. Jujur, jika saya pribadi menerima di bawah standar itu, sangat berat. Misalkan hanya 1 persen, jika dikalkulasikan sekitar 2 persennya hilang. Bukankah itu merugiakan kita sendiri,” ungkapnya.
Sesuai dengan kesepakatan, standardisasi komisi yang berlaku untuk agen properti adalah sebesar 2,5 - 3%. Mengenai agen properti yang menerima komisi di bawah nilai tersebut, Director Prosper Property, Luky Arifin, mengatakan, tergantung dari keprofesionalan masing-masing. Sebagai broker, seharusnya kita bisa berpikir. Apakah fee yang kita terima sesuai dengan kinerja yang kita berikan. Ini semua tergantung dari kepribadian dan keprofesionalan masing-masing broker.
Seharusnya, kata Aseng, di Indonesia ada sekolah khusus broker. Di negara lain seperti Australia, sudah ada sekolah khusus broker yang ditempuh dalam waktu 2 tahun. Ini menjadikan broker-broker yang ada bisa lebih profesional dan handal karena dibekali pengetahuan yang baik.
Lain halnya dengan Ali Hanafi, menurutnya, di setiap bisnis pasti ada persaingan sehat dan tidak sehat. Tapi, sampai saat ini boleh dikatakan masih sehat. Sebenarnya agen properti memiliki wadah yang dinamakan dengan Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI). Cuma AREBI ini masih “ompong”. Kalau AREBI mau “ditakuti” atau didengar anggotanya, maka ia bersama pemerintah harus membuat peraturan, di mana setiap bikin agen properti baru harus ada rekomendasi dari AREBI. Anggota juga harus mengikuti AD/ART AREBI. Karena kalau tidak, nantinya konsumenlah yang akan dirugikan.
Dari komposisi konsumen properti, lanjutnya, saat ini investor masih lebih dominan dibandingkan end user. Awalnya, yang membuat properti bergerak kebanyakan adalah investor dari pada end user karena harga masih di bawah. Kita semua mengetahui bahwa investor prinsipnya mencari gain (untung). Bahkan ada properti yang dijual sampai tiga kali.
Namun, kondisi sekarang ini berbalik, lebih banyak end user dari pada investor. Hal ini disebabkan harga sudah di atas. Investor tidak begitu tertarik. Namun, end user kalau membeli banyak pertimbangan dan lebih kritis. Termasuk pertimbangan lokasi, feng shui, orang tua, dan terakhir harga, lalu proses KPR.
Jadi, proses jual belinya membutuhkan waktu yang lama. Berbeda dengan investor yang cepat prosesnya. Tetapi bukan berarti secondary market itu stagnan. Hanya butuh kesabaran, skill khusus untuk menjual properti.
Agen Properti Puri
Sebagian besar properti yang dipasarkan oleh agen-agen properti di Puri Indah dan sekitarnya berada di Jakarta Barat. Tapi, buat mereka yang sudah memiliki cabang atau franchise, sepertinya properti yang dijual sedikitnya, berada di wilayah Jabodetabek.
“Properti yang kita jual ada di beberapa wilayah seperti di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan. Untuk persentasenya, 70 persen berlokasi di Jakarta Barat,” kata Antonius.
Begitu juga dengan Roy Weston Puri Indah seperti dikatakan Budiman bahwa agen propertinya menjual 80% properti yang berlokasi di Jakarta Barat dan 40%nya ada di wilayah Puri Indah dan sekitarnya.
Sedangkan Prosper Property saat ini sedang menjual properti yang hampir 90 persen berlokasi di Jakarta Barat.
Properti-properti tersebut bervariasi mulai dari rumah baru atau seken, hotel, apartemen, ruko, gudang, atau kavling tanah. Pembeli dan penjualnya sendiri terdiri dari investor dan end user.
Untuk di wilayah Puri Indah dan sekitarnya, propeti yang paling banyak diminati masyarakat adalah rumah dan ruko. Baik yang baru atau pun seken.
“Di wilayah Puri dan sekitarnya, rumah dan ruko seken peminatnya masih sangat tinggi. Untuk ruko, ada yang dibeli investor namun ada pula oleh end user. Perbandingannya 60 : 40. Tapi kalau rumah seken, kebanyakan pembelinya adalah end user yang rata-rata adalah pasangan muda atau keluarga besar,” ungkap Harsono.
Rumah baru, kata Antonius, peminatnya juga banyak, makanya sebanyak 60% properti yang ditawarkan Maestro Realty adalah rumah baru. Masyarakat biasa membeli untuk tempat tinggal.
Lahirnya agen-agen properti yang bercokol di Puri Indah dan sekitarnya, tidak lain karena peranan pemiliknya yang yakin kalau bisnis properti itu cukup menjanjikan. Pengalaman bertahun-tahun biasanya sudah mereka kantongi sebelum mendirikan agen properti.
Hasilnya, mereka pun masih bisa terus eksis, bahkan ada yang berprestasi mengantongi agen properti dengan penjualan tertinggi dibanding agen properti lain di grupnya.
Lihat saja Ali Hanafi, Direktur Utama Century 21 Pertiwi, 9 tahun berturut-turut sejak tahun 1998 agen propertinya menjadi Top Office dari seluruh cabang Century 21. Artinya, mencatat prestasi penjualan terbesar dibanding Century 21 lain di seluruh Indonesia.
“Saat ini saya punya 3 cabang yaitu Century 21 Pertiwi, Century 21 Puri dan Century 21 Gading. Cabang pertama saya Century 21 Pertiwi di Kebun Jeruk,” kata Ali.
Begitu juga dengan Harsono, Executive Director Mpro, menurutnya, berkecimpung di dunia properti harus mempunyai dasar yang kuat. Saya berani membuka agen properti di saat negara mengalami krisis di tahun 1998. Tapi, sebelumnya, saya sudah mempunyai dasar-dasar yang kuat untuk membuka agen properti. Saya selalu mempunyai solusi-solusi buat setiap persoalan yang dihadapi dalam bisnis properti. Dalam bisnis ini yang penting adalah kita mau menjemput bola.
Untuk menggeluti bisnis ini, kata Director Prosper Property, Luky Arifin, harus menguasai bidang bisnisnya. Saya sudah berkecimpung di dunia properti sejak tahun 1992 lalu. Dengan bekal yang ada, saya memberanikan diri berbisnis di dunia properti dengan membuka Prosper Property sejak 9 tahun lalu.
Comment Form under post in blogger/blogspot