Kamis

Mengembangkan Potensi Anak Secara Optimal

Penulis : Wendy Margareta, M.Psi. - Staf Pusat Konseling & Pelatihan IPEKA

Beberapa tahun lalu saya membaca artikel koran yang mengulas seorang seniman besar berkebangsaan India. Sang seniman berusia sekitar 60 tahun. Dan dia adalah orang yang sangat dihormati di dunia seni patung karena dianggap menciptakan karya yang spektakuler dan sangat inovatif.

Karyanya dibuat dari berbagai pecahan batu jalan yang disatukan berdasarkan komposisi bentuk dan warna sedemikian rupa sehingga menghasilkan bentuk yang artistik.

Patung-patung sang seniman mendapat pengakuan masyarakat seni internasional hingga ia diundang ke berbagai negara untuk mengadakan ceramah dan eksibisi. Dalam beberapa kali kunjungannya ke berbagai negara, sang seniman sering ditanya asal muasalnya ia menemukan ‘cara’-nya mematung yang sangat tidak lazim, tapi indah.

Orang banyak tidak menyangka kalau beberapa tahun lalu sang seniman sangatlah tidak terkenal. Ia lahir dan tumbuh dari keluarga miskin yang orangtuanya tidak sanggup membiayai sekolah. Hidupnya sangat miskin dan jauh dari dunia seni. Profesi sang seniman sebelumnya adalah penjaga persimpangan jalan di India.

Tugasnya membantu pejalan kaki yang hendak menyeberang persimpangan itu. Ada saat-saat di mana ia tidak mengerjakan apa pun dan menunggu hingga ada penyeberang jalan yang perlu dibantu. Suatu ketika, saat menunggu, ia melamun dan memperhatikan batu-batu di jalan. Ia melihat dan menyadari bahwa pecahan batu-batu yang ada ternyata memiliki bentuk dan warna menarik.

Sang seniman kemudian terinspirasi membawanya pulang dan membentuk beberapa patung. Patung-patung bentukannya disimpan di halaman rumahnya yang kecil dan tertutup selama bertahun-tahun. Hingga suatu hari datanglah seorang kenalan lamanya yang berkunjung dan melihat patung-patung indahnya.

Singkat cerita, dari ‘temuan’ kebetulan si tamu, di usia 50-an tahun sang seniman mendapat kesempatan mengenalkan karyanya pada masyarakat hingga dikenal dunia internasional.

Membaca artikel tersebut saya berpikir bahwa kesuksesan adalah bila seseorang dapat menunjukkan hal yang terbaik dari dirinya, dan hal terbaik itu akan muncul bila seseorang mencintai apa yang ia kerjakan. Setiap orang, sadar tidak sadar, bisa merasakan hal itu.

Kita kadang mendengar ada orang yang merasa tidak cocok dengan bidang pekerjaannya dan kemudian pindah haluan. Ada juga mahasiswa jurusan tertentu yang setelah beberapa tahun menemukan bahwa ia salah jurusan dan kemudian berhenti kuliah.

Dalam hal ini apa yang diungkapkan Abraham Maslow dalam ‘teori kebutuhan’-nya teraplikasi dengan tepat. Hingga taraf tertentu, manusia memiliki kebutuhan aktualisasi diri – kebutuhan dapat berkarya dan menghasilkan sesuatu berdasarkan potensi yang terbaik dari dirinya.

Kita sendiri dapat merasakannya saat mengerjakan sesuatu yang kita suka. Kita dapat terhanyut dengan keasyikan berusaha mengerjakannya sebaik mungkin hingga lupa waktu. Potensi terbaik diri kita muncul saat apa yang kita kerjakan cocok dengan minat dan kemampuan yang kita miliki. Kita juga puas dan menikmati apa yang kita kerjakan.

Sayangnya, sebagai orang tua kita sering kali lupa kalau anak-anak kita juga merasakan hal yang sama. Banyak orangtua secara tidak sadar mengarahkan anak menjadi sesuai tuntutan atau standar mereka. Kita sering kali menuntut anak untuk berprestasi baik di sekolah, terutama beberapa mata pelajaran yang ‘bergengsi’.

Bila anak lemah dalam beberapa mata pelajaran tersebut, orangtua akan membekali mereka dengan berbagai les/kursus. Anak akan menghabiskan hari-harinya dalam satu minggu demi mengasah kelemahannya. Tidak jarang orangtua terlalu fokus pada usaha untuk mengatasi kelemahan anak hingga tidak melihat apa kelebihan yang dimiliki si anak.

Sesungguhnya akan lebih baik kalau orangtua tidak menyorot pada kekurangan anak, namun lebih memfokuskan pada kelebihannya. Bagaimana pun juga kekurangan seseorang dilatih, tidak akan sebaik bila kelebihannya yang dilatih.

Bagaimanapun kita melatih tangan kiri kita untuk menulis, hasilnya tidak akan sebaik tangan kanan, bila kita tidak kidal. Semakin orangtua menekankan pada kelemahan/kekurangan anak semakin kelebihannya terlupakan dan tenggelam. Ibarat elang yang dilatih keras untuk bisa berlari kencang pada akhirnya ia akan sulit untuk bisa terbang tinggi, namun juga tetap tidak bisa menjadi pelari yang handal.

Menekankan pada kelemahan atau kekurangan anak hanya akan semakin membuat si anak merasa tidak sempurna atau ada yang salah dengan dirinya. Ia akan mudah merasa frustrasi karena dituntut merubah bagian dirinya yang sangat amat sulit dirubah dan mencapai standar yang ada. Semakin anak sulit mencapai standar, ia akan semakin frustrasi dan putus asa. Kondisi ini, selain kurang sehat untuk perkembangan kepribadian anak, potensi diri yang sesungguhnya juga tidak tergali maksimal.

Setiap orang akan merasa jauh lebih berbahagia bila ia dapat mengerjakan apa yang ia senangi, pekerjaan atau bidang yang sesuai dengan dirinya – kepribadian, minat dan kemampuannya. Hal terbaik yang dapat dilakukan orangtua adalah mengenal dan memahami dengan baik anaknya, apa kelebihan dan kelemahan yang ia miliki, dan berusaha menggali dan mengasah potensi terbaik si anak. Ini hanya akan benar-benar berhasil dengan baik bila didukung kemauan orangtua berusaha mengerti dan memahami serta menyediakan waktu berkomunikasi buat si anak.

Kita dapat saja bertahan pada idealisme kita saat ini. Menganggap potensi anak kita tidak akan hilang dan suatu hari juga toh akan muncul juga. Seperti kisah sang seniman di atas, itu hanya masalah kesempatan dan waktu.

Namun ada pepatah yang mengatakan: “orang bodoh menyia-nyiakan kesempatan, orang pintar memakai kesempatan, tapi orang bijak adalah orang yang mencari kesempatan.”

Seperti sang seniman, kesempatan bagi anak kita untuk dapat mengaktualisasikan dirinya secara optimal dan menjadi orang yang berhasil mungkin saja akan datang juga suatu saat. Sementara itu adalah pilihan kita apakah akan berbuat sesuatu atau membiarkan potensi anak menunggu entah beberapa tahun atau beberapa puluh tahun hingga potensi itu ditemukan… atau bahkan terkubur dan tenggelam….