Jumat

Menampik Kesan Negatif Bermain Billiar

Sejarah perkembangan olahraga billiar di Indonesia pertama kali muncul dari kalangan masyarakat lapisan bawah. Masyarakat tersebut, sebagian besar merupakan orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan (pengangguran, bahkan pekerja kasar).

Lokasi tempat bermain billiar memang identik dengan tempat-tempat kumuh dan situasi ruangan yang bisa dibilang “remang-remang,” sehingga pandangan negatif sering melekat pada olahraga yang berasal dari Kriket ini.

Hal tersebut sangat berbeda dengan asal perjalanan billiar yang ditemukan abad ke-15 di Eropa Utara dan telah mengalami kemajuan pesat. Pada masa itu, billiar menjadi kegiatan olahraga favorit yang dilakukan oleh berbagai kalangan mulai dari raja, bangsawan, presiden, pengusaha, dan anggota masyarakat lainnya.

Pada waktu negara-negara Eropa melakukan penjajahan di daratan Asia, mereka (penjajah) membawa “kebiasaannya” tersebut ke lingkungan tempat mereka menjajah, di antaranya Indonesia, Philipina dan negara Asia lainnya.

Hal tersebut justru membuat olahraga billiar sangat popular di Asia sampai sekarang bila dibandingkan dengan di Eropa. Bahkan, para pemain-pemain profesional billiar justru didominasi oleh orang-orang Asia.

Hal ini terlihat dari munculnya pemain –pemain Asia yang sering menjuarai pertandingan billiard bergengsi. Seperti misalnya : Efren Reyes, Fransisco Bustamante (Philipina), Cho Fong Pang (Taiwan).

Bahkan, yang lebih hebat lagi, pada tahun 2005, juara dunia billiard bola 9 dan bola 8 yaitu Wu Chia Ching, bocah berumur 16 tahun dari Taiwan. Serta masih banyak lagi pemain-pemain Asia yang menjadi juara dunia atau menjadi pemain profesional.

Dulu, sejarah billiar di Indonesia memang sering dikonotasikan negatif. Namun, jika kita menengok masa sekarang, justru sebaliknya. Billiar tak hanya dipandang sebagai sebuah kegiatan olahraga saja, melainkan suatu permainan yang menjadi kegiatan rutin (hobi) dan akhirnya dikatakan sebagai bagian dari gaya hidup.

“Saya sudah hobi bermain billiar dari umur 14 tahun atau saat duduk dibangku SMP. Sebenarnya saya bermain billiar hanya untuk mengisi waktu luang saja, tapi akibat sering main malah keterusan menjadi hobi dan pusing rasanya kalau seminggu gak main billiar,” imbuh Hery, karyawan swasta.

Bermain Billiar tak hanya mengandalkan kekuatan fisik dan penyesuaian gerakan saja, melainkan juga bersifat pada pembelajaran naluri (insting) yang berguna untuk mengasah pikiran, mental, dan kesabaran diri.

Terlepas dari itu, olahraga billiar juga dapat dijadikan objek usaha yang tak kalah menghasilkan dibanding jenis olahraga lain dan kini berkembang pesat menjadi bisnis yang menjanjikan. Penyewaan tempat bermain billiar sama menguntungkannya dengan penyewaan lapangan golf, tennis, futsal, kolam renang, dan semacamnya.

Peraturan Yang Aman dan Nyaman
Tempat bermain billiar mudah ditemukan, biasanya berdiri tak jauh dari pusat perbelanjaan, jajanan, dan kampus. Contohnya seperti 9 Square Pool & Resto yang berdiri persis di sebelah gedung Binus baru Rawa Belong, Jakarta Barat.

Tempat billiar yang satu ini dapat menjadi contoh yang baik karena merupakan satu-satunya tempat billiar yang tidak menjual minuman keras dan produk yang tidak halal. Selain itu, pengunjung juga tidak diperbolehkan untuk membawa minuman keras apalagi masuk ruangan billiar dalam keadaan mabuk.

Oleh karena itu, tak jarang pengunjung di 9 Square ini, malah kebanyakan berasal dari kaum hawa yang biasanya datang antara pukul 10.00-20.00. Sedangkan di atas pukul 20.00, giliran pria yang lebih mendominasi.

Hal positif lainnya, tempat billiard tersebut juga sering mengadakan berbagai macam turnamen yang kebanyakan ditujukan untuk kelas pemula dan bertujuan untuk menciptakan bakat-bakat baru serta untuk menjalin persahabatan antar peserta.

Umumnya, tampilan tempat-tempat untuk bermain billiar di sekitar wilayah Jakarta, sudah jauh dari kesan kumuh atau dapat dikatakan menyesuaikan perkembangan zaman yang sudah modern. Dan beberapa peraturan sudah mulai diterapkan oleh pemerintah dan pelaku usaha, terutama yang berhubungan pada citra negatif dari sebuah tempat billiar.

Dengan begitu, kenyamanan dan keamanan para pemain untuk dapat menikmati permainan billiar menjadi terjamin. Sehingga tempat billiar pun “siap disantap” untuk menjadi pusat hiburan bagi semua segmen masyarakat, baik anak-anak dan wanita.

“Bisa dikatakan, penampilan tempat-tempat bermain billiar saat ini beberapa di antaranya sudah berstandar nasional bahkan internasional. Oleh karena itu, segmentasi para pemainnya pun ikut berubah. Biasanya, untuk kalangan menengah atas seperti mahasiswa, orang kantoran, dan sebagainya,” jelas Manager 9 Square, Irsan.

Manfaat Ruangan Dibuat Temaram
Pada prinsipnya, olahraga Billiar memang membutuhkan kondisi ruang yang agak temaram atau sengaja dibuat tidak terlalu terang. Pencahayaan lampu hanya sebatas menerangi di sekitar area meja billiar.

Kondisi tersebut dimaksudkan guna merangsang konsentrasi para pemain Billiar. Alhasil, penglihatan para pemain tentunya hanya akan terfokus pada bola yang di shot, arah/pantulan bola target ke bola umpan, serta fokus pada lubang yang akan dituju.

Dengan begitu, penguasaan teknik sodokan seperti di antaranya safety shot, draw shot (menghasilkan efek back spin), English shot (efek), follow through shot, dan lainnya dapat dengan mudah dikuasai terutama bagi mereka yang masih awam dengan permainan billiar.

Sistem pencahayaan seperti itu memang sudah menjadi standar untuk bermain atau berolahraga billiar. Coba tengok beberapa turnamen atau kejuaraan-kejuaraan di tingkat mancanegara, sistem pencahayaan ruangan juga menjadi elemen penting yang sering menjadi prioritas utama di samping perangkat meja billiar beserta seluruh aksesorisnya.

Pada akhirnya, pencahayaan yang sering disebut “remang-remang” dalam sebuah ruang bermain billiar, ternyata bukan dimaksudkan atau diarahkan sebagai tempat yang berkonotasi negatif. Melainkan sebagai suatu keharusan untuk bermain/berolahraga billiar agar dapat berkonsentrasi untuk memenangkan suatu permainan serta pertandingan.