Tidak Takut Meski Tak Jelas
Tempat peristirahatan kita terakhir adalah kuburan. Jasad orang yang dikubur akan hancur dan sirna termakan waktu. Kuburan pun kerap dikonotasikan sebagai tempat menyeramkan. Banyak hantu dan setannya.
Terlebih pada malam hari, sering orang merasa takut jika lewat pemakaman. “Serem…” kata itu yang sering terlontar dari mulut orang.
Seram bagi orang lain, tidak begitu dengan Muji. Pria asal Pekalongan ini malah memilih kuburan sebagai tempat kerjanya. Lebih dari 10 tahun menjaga makam, membuat pria kelahiran April 1968 ini kehilangan rasa seram dan takut.
Menurutnya, pemakaman memang identik dengan hal-hal yang menakutkan. Tapi, itu berlaku hanya buat orang awam saja. Jika sudah terbiasa, hal-hal seperti itu hanya angin lalu saja. Bahkan, sama sekali tidak berarti. Maklum, setiap harinya mulai pukul 06.00 hingga larut malam Muji berada di pemakaman.
Bicara suka dukanya menjadi penjaga makam, kata Muji, sama saja dengan pekerjaan lainnya. Ada enak dan tidak enaknya. Menurutnya, selain itung-itung beramal karena merawat kuburan orang-orang yang meninggal, rasa suka datang ketika mendapat uang dari penjiarah,
Sedangkan dukanya adalah penghasilannya yang tidak jelas. Muji yang biasa dipanggil Lampung hanya mendapat uang jika penjiarah datang.
Berawal dari berjualan teh botol di area makam, Muji mengaku selalu menikmati pekerjaannya. Buah kerja kerasnya telah mengantarkan anak-anaknya ke sekolah yang lebih tinggi. “Saya hanya merasakan sekolah hingga kelas 3 SD. Makanya, saya ingin anak-anak saya bisa sekolah setinggi-tingginya,” ujar Muji.
Uang perawatan makam biasanya dibayar ahli waris per bulan atau tahun. Sedangkan tanggal dan waktu pembayaran tidak tentu hingga kadang berbenturan dengan kebutuhannya. “Seringkali sudah waktunya bayar uang sekolah anak, tapi ahli waris belum bayar biaya perawatan makam. Bingung saya,” ucap Muji.
Mengenai jumlahnya, tidak bisa dipastikan. Ada yang membayar Rp50 ribu/bulan, tapi ada juga yang membayar Rp200ribu. “Saya tidak pernah mematok biaya, yang penting mereka mau menghargai tenaga saya dan ikhlas,” ungkap bapak 3 anak ini.
Terdapat sekitar 4000 makam di tempat Muji bekerja. Semua makam dirawat oleh sekitar 10 orang pegawai lepas, termasuk Muji. Setiap harinya, penjaga makam akan memantau dan memeriksa kuburan di tempat ini. Terutama mengenai kebersihan makam dari rumput liar dan bidang tanah yang terkadang menurun.
“Saya sendiri kebagian sekitar 35 kuburan yang harus dirawat dan dibersihkan setiap harinya. Dari sanalah saya bisa mendapat uang untuk membiayai hidup keluarga di rumah. Tiap hari saya hanya berharap rejeki dari orang yang jiarah atau pengelola makam yang ingin menggali kuburan,” ujar Muji.
Biasanya penjiarah banyak datang di hari Jumat atau Minggu. Sedangkan puncaknya ketika menjelang bulan Ramadhan. Saat itu, hampir semua penjaga makam akan mendapat banyak uang. Itu karena penjiarah tidak segan-segan memberi uang rawat makam lebih dari biasanya.
Makam Pahlawan Reformasi
Saya senang menjadi penjaga makam, apalagi di Rawa Kopi ini, selain makam umum ada juga makam salah seorang pahlawan reformasi. Beliau adalah Hendriawan Sie, pahlawan reformasi yang gugur dalam tragedi Mei 1998.
"Kalo makam yang satu ini, hampir semua orang merawatnya. Penziarahnya bukan hanya keluarga, tapi orang lain juga banyak. Biasanya teman kuliah atau teman-teman seperjuangannya,” ungkap Muji.
Sebagai orang biasa dengan pekerjaan sebagai penjaga makam, Muji memiliki harapan sederhana. Dia ingin bisa menyekolahkan anak setinggi-tingginya dan bisa memuaskan keluarga atau ahli waris orang yang dikubur di tempatnya.
Rasa takutnya sudah hilang. Meski upahnya tidak jelas, Muji tetap setia dan akan tetap menjadi penjaga makam bersama harapannya tersebut.
Sabtu
Muji, Penjaga Makam Rawa Kopi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comment Form under post in blogger/blogspot