Sabtu

Banjir, Apa Persiapan Pemerintah?

Banjir tidak dapat dicegah keberadaannya. Pemerintah bersama masyarakat hanya dapat meminimalisir melalui penerapan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air yang berkelanjutan. Berbagai normalisasi sungai dengan dana proyek miliaran rupiah ternyata belum dapat mengatasi masalah banjir tahunan di Jakarta.

Normalisasi sungai hanya menambah kapasitas volume tampung air dalam kurun waktu yang relatif singkat. Musim hujan selesai, endapan lumpur di dasar sungai menebal dan kembali terjadi banjir.

Belajar dari musibah banjir pada Februari 2007 lalu serta mengingat karakteristik wilayah Jakarta Barat (Jakbar) yang rawan banjir karena dilewati tujuh sungai besar, Pemkot Jakarta Barat beserta jajarannya terus melakukan persiapan – persiapan guna mengantisipasi dan menghadapi kemungkinan banjir saat musim hujan datang.

Beberapa persiapan telah dilakukan Pemkot Jakbar dia ntaranya sosialisasi kepada masyarakat, pelatihan petugas, pengerukan kali, penyiapan karung – karung pasir serta pemilihan sejumlah lokasi pengungsian yang relatif aman.

Selain itu, juga dibentuk tim pengendali banjir yang melakukan piket selama 24 jam di tingkat kota maupun kecamatan yang bertugas memonitoring kondisi wilayah dan ketinggian pintu air. Pengadaan peralatan seperti perahu karet baik berukuran kecil maupun besar serta perahu tradisional (getek) juga tak luput dari persiapan yang dilakukan Pemkot Jakbar.

Di Kelurahan Kedoya Utara, Kebon Jeruk misalnya, para ketua rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) ditugaskan membuat getek yang dianggap efektif mengevakuasi warga dari lokasi banjir ke tempat penampungan.

Sementara itu sesuai data di Posko Banjir Jakarta Barat, menunjukkan 32 dari 56 kelurahan di Jakarta Barat adalah kawasan rawan banjir. Wilayah ini dilewati tujuh sungai/kali besar yakni kali Mokervart, Angke, Pesanggrahan, Sekretaris, Grogol, Cengkareng Drain, dan Banjir Kanal Barat.

Banjir Di Komunitas
Selasa (4/12), komunitas kita terlihat sudah dilanda banjir untuk kedua kalinya dalam kurun waktu 1 tahun ini. Air terlihat menggenangi beberapa kawasan di Greenvile, Perumahan Cosmos, Cengkareng, dan Semanan. Menurut pantauan AdInfo, ketinggian air di Perumahan Cosmos sekitar 40cm, Greenvile 50 cm, dan kampung Duri Semanan sempat mencapai ketinggian 1 meter lebih.

Akibat banjir tesebut, banyak kendaraan yang berbalik arah dan mogok. Seperti yang terlihat di kawasan Greenvile, sebuah mobil Terano mogok akibat genangan air.

Bukan itu saja, banjir juga tidak bisa dilepaskan dari sampah yang berserakan. Di kali dekat Perumahan Cosmos, terlihat tumpukan sampah menyumbat aliran kali dan terlihat beberapa petugas sedang membersihkannya.

Sama halnya dengan sejumlah wilayah di Rawa Buaya dan Kedoya Utara yang ikut terendam air sampai setengah meter. Terdapat puluhan warga mengungsi di pinggir rel dan Pasar Sentra Kaki Lima di Cengkareng.

Di Pasar Cengkareng terdapat ratusan pengungsi. Menurut salah satu pengungsi, Agus, mereka belum mendapatkan bantuan samapi dengan saat itu. “Sejauh ini, saya hanya mendapatkan bantuan berupa nasi bungkus itu pun hanya kemarin. Untuk itu, saya berharap agar air cepat surut supaya kami bisa kembali ke rumah dan beraktifitas seperti biasa,” ungkap Agus.

Pemandangan yang tidak kalah tragis pun terlihat di Kampung Bulak, Semanan. Di perkampungan tersebut, rumah warga terendam banjir setinggi setengah meter. Banyak warga mengungsi di bantalan rel dan posko banjir.

Meluapnya Kali Cisadane membuat lebih 500 warga Kampung Bulak Semanan terendam banjir. Daerah ini merupakan wilayah terendah di Jakarta Barat dan daerah langganan banjir, terutama musim hujan dari Desember-Februari.

Warga di daerah Kampung Bulak Semanan yang mengungsi adalah petani sayur mayur dan pemulung. Akibat banjir, lahan mereka terendam hingga ketinggian setengah meter.

Dari 2.200 korban banjir terhitung 350 warga yang mendapatkan tempat pengungsian sementara di Taman Semanan Indah. Mereka rata-rata balita dan anak-anak. Banjir merendam lebih dari 500 rumah warga.

Masalahnya, lagi-lagi menganai bantuan. Hingga dua hari air mengenangi daerah tersebut, bantuan makanan dan air bersih dari pemerintah belum datang. Sementara itu, warga hanya memanfaatkan ruko dan sekolah sebagai tempat pengungsian.

Berbagai penyakit memang belum muncul pada saat itu. Namun, ironisnya di posko Semanan, belum ada pasokan obat-obatan yang seharusnya sudah disiapkan sebelum banjir datang.