Oleh:
Hamizar, M. Si., Psi.
Kepala Pusat Konseling dan Pelatihan IPEKA
Suatu trend baru dalam kehidupan berkeluarga sedang berkembang saat ini, yaitu kedua orang tua bekerja. Fenomena ini seringkali berdampak langsung terhadap perhatian dan tanggung jawab orang tua terhadap disiplin anak-anaknya.
Konsentrasi yang terbagi-bagi antara pekerjaan, kegiatan sosial, dan kehidupan rumah tangga menyebabkan orang tua merasa tidak punya waktu banyak untuk mendisiplin anak-anak. Sejak kecil anak sudah diserahkan dalam asuhan babysitter atau pembantu. Sejak kecil mereka sudah terbiasa untuk memerintah orang lain dan mudah mendapatkan apa yang diinginkan. Akibatnya, situasi ini secara tidak sadar telah melahirkan suatu generasi yang “sulit”. “Sulit” dalam arti suatu generasi yang sulit diatur, tidak suka diperintah, malas, suka membantah atau membangkang, kurang mampu mengendalikan diri dan membentuk pola belajar yang kurang bertanggung jawab. Tepat apabila ada orang yang mengatakan bahwa saat ini sudah mulai bermunculan generasi bermental “juragan”. Generasi yang suka memerintah, tidak mau susah, tapi mau cepat dapat hasil. Pemaparan kondisi ini bukan berarti tidak menyetujui peran babysitter atau melarang orang tua dua-duanya bekerja, tapi sekedar ingin menunjukkan adanya suatu arus zaman yang yang perlu diwaspadai, dan jangan sampai kita terlena dan terjebak di dalamnya.
Jelas bahwa setiap orang tua menginginkan anak-anaknya memiliki disiplin yang baik. Tanpa disiplin anak akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Tanpa disiplin anak akan mengalami kesulitan dalam mengontrol dorongan-dorongannya. Ketika memasuki masa remaja anak perempuan yang tidak didisiplin akan mudah hamil karena “kecelakaan”, dan anak laki-laki akan mudah terlibat dengan minum-minuman keras atau gank-gank yang berkecenderungan negatif. Tanpa disiplin, hidup ini akan bertambah sulit dan akan membebani diri sendiri dengan hal-hal yang tidak seharusnya ditanggung. Kitab Amsal dengan jelas menyatakan tentang pentingnya disiplin bagi kehidupan manusia:
“Kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi
tongkat didikan akan mengusir itu daripadanya.” (Amsal 22 : 15)
Kitab Amsal juga dengan jelas menyatakan bagaimana peran orangtua bagi anak-anaknya :
“Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan
ketentraman padamu dan mendatangkan sukacita bagimu” (Amsal 29 : 17)
Keinginan orang tua untuk mendisiplin anaknya tampaknya jelas terlihat pada setiap kesempatan berbicara di depan anak, orang tua mau tidak mau nadanya selalu menunjukkan memberikan arah, pertimbangan, dan nasehat. Tetapi apakah sebenarnya disiplin itu? Disiplin menurut Betty N. Chase didefinisikan sebagai latihan yang mengembangkan kontrol diri. Disiplin berasal dari akar kata “Disciple” yang berarti murid atau orang yang sedang belajar. Jadi di-disiplin berarti sedang dimuridkan atau sedang dilatih untuk mampu mengontrol atau mengendalikan diri. Memberikan disiplin pada anak-anak bukanlah hal yang mudah, karena itu menyangkut dengan keseluruhan hidup orang tua itu sendiri.
Memberikan disiplin bukan berarti cukup dengan memiliki setumpuk aturan atau tata tertib dan hukuman yang harus ditaati. Memberikan disiplin pertama-tama adalah menjadi teladan bagi anak-anak. M. Scott Peck dalam bukunya yang terkenal yaitu “The Road Less Travelled” (terjemahan dalam bahasa indonesia ”tumbuh mekar di jalan yang sukar”) mengatakan salah satu alasan mengapa disiplin pada anak-anak menjadi tidak berarti adalah karena orang tua tidak memiliki disiplin diri.
Jika seorang ayah sering memukuli sang ibu, apa pengaruhnya bagi seorang anak laki-laki yang ketika ibunya memukuli dia karena dia telah memukuli saudara perempuannya? Apakah dia mau menerimanya ketika diberitahu bahwa ia harus belajar mengendalikan amarahnya? Kehidupan orang tua seringkali tidak mencerminkan apa yang diajarkan dan dikatakannya. Orang tua sering mengatakan bahwa tidak boleh bertengkar atau berkelahi dengan saudara sendiri, tapi pada kenyataannya mereka sendiri suka bertengkar di hadapan anak-anak tanpa merasa malu. Orang tua tanpa sadar sering hanya memerintah dan bukan memberikan contoh pada anak-anak. Jadi disiplin diri sendiri adalah syarat yang penting sebelum mendisiplinkan anak-anak.
Kedua yang tidak kalah pentingnya adalah menjadi orang tua yang dihormati oleh anak-anak. Menurut James Dobson sangat penting bagi anak untuk menghormati kedua orang tuanya sebab hubungan ini merupakan dasar bagi sikapnya terhadap semua orang lain. Pandangan atau pendapat anak tentang wewenang orang tua akan menjadi batu penjuru bagi pandangannya tentang wewenang di sekolah, polisi dan orang-orang dengan siapa kelak ia akan hidup dan bekerja. Jika orang tua ingin menghendaki anak-anaknya menerima tata nilai yang diajarkan, maka orang tua harus pantas dihormati oleh anak-anaknya. Anak yang tidak menghormati orang tuanya tidak mungkin mau menerima didikan orang tuanya. Disiplin tidak akan berarti tanpa anak menghormati orang tuanya. Namun ada juga kebenaran yang mengatakan bahwa anak tidak akan menghormati orang tua, kalau orang tua tidak menghormati anak. Seorang ibu yang sering meremehkan dan mempermalukan anaknya di hadapan teman-temannya tidak dapat menuntut agar anaknya memperlakukan dia dengan hormat. Seorang ayah yang bersikap sinis dan menyakiti jika mengkritik anak-anaknya tidak dapat berharap akan menerima hormat yang tulus dari anak. Hormatilah anakmu, sebelum engkau dihormati olehnya.
Ketiga yang paling penting adalah kasih. Orang tua yang mengasihi anak-anaknya merupakan syarat utama dalam pembentukan disiplin diri. Saya tidak ingin berbicara panjang lebar tentang konsep kasih. Tapi marilah kita sama-sama perhatikan jika seseorang mengasihi sesuatu. Amatilah jika orang yang berusia lanjut dengan tanaman bunga mawar yang disayanginya, dan waktu yang dihabiskannya untuk memelihara tanaman itu, memangkasnya, memupuknya dan mempelajarinya. Amatilah jika anak remaja yang sedang jatuh cinta dengan motornya dan perhatikan waktu yang dihabiskannya untuk mengaguminya, mencucinya, merawatnya dan menyetel mesinnya. Demikian pula kalau orang tua mencintai anak-anaknya, mereka akan menyediakan waktu untuk menghargai dan memperhatikan anak-anaknya. Waktu dan kualitas waktu yang diberikan orang tua yang penuh kasih menunjukkan penghargaan yang diberikan kepada anak-anaknya. Anak-anak akan merasakan apakah orang tuanya sungguh-sungguh mengasihinya atau tidak.
Anak-anak yang sungguh-sungguh merasakan kasih sayang orang tuanya akan berkembang dalam dirinya perasaan dihargai – aku adalah orang yang berguna - . M.Scott Peck mengatakan bahwa perasaan dihargai sangat penting bagi kesehatan mental dan merupakan batu penjuru bagi disiplin diri. Jika seorang anak merasa dirinya berguna, maka ia juga akan memperhatikan dirinya dengan sebaik-baiknya.
Demikianlah ada 3 hal penting yang perlu diperhatikan ketika orang tua ingin mendisiplinkan anak-anaknya. Pertama menjadi teladan, kedua menjadi orang tua yang dihormati, dan ketiga memiliki kasih.
Jumat
Disiplin Anak
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comment Form under post in blogger/blogspot