Kamis

Ngabuburit dan Timun Suri

Saat bulan puasa, penjual timun suri banyak berjajar di pinggir jalan. Mereka berkumpul dan membuat komunitas yang hanya ada di bulan Ramadhan.

Sebelum tahun 2007, para pedagang timun suri ini banyak berkumpul di sepanjang Jalan Puri Indah Raya. Namun, saat Ramadhan tahun kemarin, mereka sudah direlokasi di dekat Gedung CNI dan Ruko Sentra Niaga.

Tahun ini, para penjual timun suri tersebut merasa lokasi berdagangnya sudah tidak strategis lagi. Akhirnya, mereka pun banyak yang berdagang di pinggir Jalan Puri Indah sehingga tidak lagi terlihat teratur.

Padahal, demi menjaga tradisi, berdagang timun suri tidak boleh lagi sembarangan di tepi jalan. Pemerintah Kota Jakarta Barat sejak tahun 2007 telah melokalisasi para pedagang di ruas jalan sebelah selatan kantor walikota.

Biasanya, di tempat itu, puluhan lapak sudah tertata rapi mulai pukul 4 sore menunggu datangnya pembeli. Kawasan yang tadinya cukup sepi itu pun mulai hidup setiap sorenya. Apalagi banyak anak-anak muda yang mondar-mandir dengan sepeda motornya. Mereka sengaja memanfaatkan areal sekitar sebagai tempat ngabuburit (memanfaatkan waktu luang sambil menunggu berbuka puasa) menunggu bedug Maghrib.

Ngabuburit
Kalau di Jakarta Pusat, Lapangan Banteng disulap menjadi pusat perbelanjaan dan jajanan berbuka puasa atau ajang ngabuburit. Sedangkan di wilayah Jakarta Barat, khususnya Kembangan, area yang disulap menjadi area untuk ngabuburit adalah dekat kantor Walikota Jakarta Barat

Masih tersisa banyak lahan kosong yang ditumbuhi rumput liar di sana. Pohon-pohon hijau pun banyak berderet di pinggir jalan. Secara keseluruhan, lokasi tersebut terlihat bersih dari sampah. Hanya kanal air di sekeliling kantor wali kota yang tampak menghitam saja yang sedikit mengganggu pandangan mata.

Tidak jauh dari kawasan tersebut, terlihat dua pusat perbelanjaan besar seakan menanti limpahan kunjungan warga sekitar. Tidak ketinggalan, masjid besar di dekat kantor wali kota juga menghiasi sekeliling area ini.

Menjelang sore, selain berjejer pedagang timun suri dan jajanan lainnya, banyak pula anak-anak remaja yang datang dengan sepeda motor berbagai merek dan model yang sudah dimodifikasi. Tidak jarang, mereka ngabuburit dengan menampilkan aksi berbahaya dengan sepeda motornya.

Pada kesempatan tersebut, mereka menunjukkan beragam gaya mengendarai sepeda motor. Sebut saja staying atau menungging. Ketangkasan seperti ini membutuhkan keseimbangan ketika menginjak rem roda depan secara mendadak sehingga bagian belakang akan terangkat naik.

Redupnya Timun Suri
Ragam hidangan disajikan saat berbuka puasa. Namun, jika tidak ada timun suri, segala jenis makanan berbuka tersebut kuranglah nikmat. Buah yang hanya bisa didapatkan pada bulan puasa ini seakan sudah menjadi primadona di bulan Ramadhan.

Kalau memang Anda penggemar buah, pasti mengenal buah yang satu ini. Timun suri bentuknya lonjong dengan panjang kira-kira 15-20 cm dengan diameter 10-15 cm.
Kulitnya berwarna kuning, rasanya tidak terlalu manis, tapi cukup menyegarkan. Buah ini juga memunyai aroma yang harum seperti melon, sangat enak bila dinikmati pada siang hari, apalagi kalau diserut dan dibuat menjadi es.

Tapi, jangan harap akan menemui timun suri di hari-hari biasa. Pasalnya, para petani timun suri pun hanya menanamnya saat menjelang bulan puasa.

Menurut Bagal (60), petani timun suri di Kampung Duri Kosambi, Cengkareng, ia menanam timun suri di kebunnya setiap 3 bulan sebelum bulan puasa. Jadi, saat bulan puasa kebunnya panen.

“Kebun saya biasanya ditanami singkong, tapi khusus tiga bulan sebelum puasa, saya tanam timun suri. Soalnya selain cepat berbuah, timun suri selalu dicari orang, khususnya dibulan puasa. Boleh dibilang timun suri buahnya bulan puasa,” tutur Bagal ketika ditemui dikebun timun surinya.

Namun, akibat meningkatnya permintaan dari para pedagang, timun suri pun sulit didapat para konsumen. Jika ada, harganya pun menjadi cukup mahal. Kelangkaan timun suri disebabkan pula oleh semakin sedikitnya petani timun suri dan lahan yang digarap untuk menanamnya. “Selain itu, cuaca yang sangat panas juga menjadi penghambat pertumbuhan timun suri,” ujarnya.

Menurut pedagang timun suri lainnya, Wartini (38), sulitnya mendapatkan timun suri dari petani menyebabkan ia harus menjual dengan harga tinggi sekitar Rp 5000 - 7.000/buahnya. Sementara ia membeli dari petani sekitar Rp 3000 - 4.000/buahnya.

“Terpaksa saya menaikan harga karena buahnya susah didapat. Apalagi jika dibanding tahun lalu , penjual timun suri sudah berkurang di wilayah ini,” tukas Wartini.

Tahun 2007 lalu, Wartini mengaku bisa mendapat untung sekitar 1-2 juta. ”Kalau dipikir-pikir, dibanding jika saya hanya berdiam diri di rumah sambil menunggu buka puasa, itu sudah amat cukup untuk bekal Lebaran bagi saya dan keluarga,” jelasnya.