Meruya Selatan sebetulnya nama baru dari kelurahan yang dulunya bernama Meruya Udik. Nama Meruya Selatan baru muncul pada 1980-an, seiring terjadinya pemekaran Kecamatan Kebon Jeruk. Sampai 1987, dalam berbagai berita koran wilayah kelurahan itu masih disebut-sebut sebagai Kelurahan Meruya Udik, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Walaupun kedua daerah kelurahan itu sudah lebih dari 10 tahun berganti nama, sebagian warga setempat sampai saat ini masih tetap merasa lebih akrab dengan sebutan Meruya Ilir dan Meruya Udik.
"Warga Betawi di sini banyak yang masih menyebut daerah ini sebagai Meruya Udik. "Kalau akan pergi ke daerah Meruya Utara, mereka juga bilangnya ’Mau pergi ke Meruya Ilir,’" kata Buang Nasir yang asli Betawi Meruya. Kedua nama lama itu sampai hari ini pun masih resmi dipakai sebagai dua nama jalan raya, yakni Jalan Meruya Ilir Raya dan Jalan Meruya Udik.
Masih kata Buang (66), waktu zaman Belanda orang malah tak mengenal pembagian wilayah Meruya menjadi dua. "Waktu itu tidak dikenal Meruya Ilir atau Meruya Udik. Meruya ya Meruya. Cuma ada satu," jelas laki-laki sesepuh sekaligus Ketua RW 07 Kelurahan Meruya Selatan itu.
Dari sawah jadi rumah
Seperti daerah-daerah lain yang terletak di pinggiran Jakarta, Meruya Selatan kini juga merupakan kawasan permukiman, tempat tidur warga kelas menengah yang bekerja di kantor-kantor di pusat kota. Di wilayah kelurahan seluas 2,85 kilometer persegi itu terhampar sekitar 10 kompleks perumahan besar-kecil. Sebagian besar perumahan karyawan berbagai instansi pemerintah, termasuk DPR, DPA, dan Depkeu. Sisanya, murni buah karya perusahaan pengembang.
Wajah kawasan Meruya Selatan tak jauh berbeda dari daerah-daerah permukiman lain di Ibu Kota. Untuk memenuhi kebutuhan kaum urban, di sepanjang Jalan Meruya Udik, jalan utama di Kelurahan Meruya Selatan, didirikan macam-macam tempat usaha, dari kedai makan, warung serba ada, bengkel mobil, sampai pusat jual-beli sepeda motor baru dan bekas.
Diawali dengan pembangunan perumahan Taman Kebon Jeruk, mulai awal tahun 1970-an, proses perubahan mencapai puncaknya pada tahun 1980-an, seiring dengan berahkirnya kegiatan pembebasan lahan secara besar-besaran oleh PT Intercon Enterprise, perusahaan pengembang Taman Kebon Jeruk, dan perusahaan-perusahaan real estat lainnya.
"Tanah di perumahan Taman Kebon Jeruk itu dulunya sawah semua," ungkap Muhasim (60), warga Meruya Selatan. Taman Kebon Jeruk adalah salah satu real estat terbesar yang menguasai sekitar 150 hektar lahan, yang seperempatnya, kira-kira 35 hektar, masuk dalam wilayah Kelurahan Meruya Selatan.
Kini, boleh dikata tak ada lagi sawah, kebun sayur, maupun kebun buah-buahan yang luas di Meruya Selatan. Semua sudah berubah wajah menjadi "perkebunan" perumahan.
Murah dan meriah
Boleh jadi Meruya merupakan sebuah daerah permukiman yang tua. Pada tahun 1991 pernah diberitakan bahwa seorang petani tanaman hias di sana menemukan sejumlah barang keramik berupa mangkuk saat mencangkul saluran air di kebunnya.
Meski hasil penyelidikannya tak pernah diberitakan, bisa jadi mangkuk-mangkuk yang ditemukan berada di dalam sebuah tempayan itu adalah barang-barang kuno peninggalan zaman purbakala.
Sayang, tak ada lagi warga asli Meruya Selatan yang tahu pasti sejarah masa lalu kampung mereka. Bahkan, nyaris tak ada lagi orang yang tahu kenapa daerah itu sampai dinamai Meruya.
"Saya enggak tahu dari mana asal nama itu dan apa artinya," jelas Muhasin, Ketua RW 01. Meski tergolong sesepuh, Buang pun mengaku tidak tahu asal-usul kata dan nama Meruya.
Kata "meruya" atau "ruya" juga tak ada dalam entri Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Juga tak ada dalam Kamus Bahasa Betawi-Indonesia (Pustaka Sinar Harapan, 2003). Kata yang paling mirip dengan "ruya" atau meruya" yang ada dalam KBBI adalah kata "ruyak" atau "meruyak", yang maknanya "melebar" atau "meluas".
Tak seperti banyak toponim atau nama tempat lain di Jakarta, seperti Kebon Pala, Mataraman, atau Kemayoran, yang lebih mudah diketahui arti dan asal-usulnya. Nama Meruya sulit dilacak dari mana asalnya.
Hanya ada seorang warga Meruya Selatan yang dapat menerangkan sedikit dari mana datangnya kata "meruya" yang menjadi nama kampungnya.
"Kata ’meruya’ itu ada hubungnnya dengan perempuan di sini, yang dulu terkenal murah. Maksudnya, murah hati dan selalu menyambut para tamu dengan senyuman yang meriah, penuh keramahan. Dari kata ’murah’, ’meriah’ dan ’ramah’ inilah akhirnya kampung ini disebut dengan Meruya," jelas Merah, petani tanaman hias tua yang menjadi tetangga Buang di wilayah RW 07.
Entah, apakah penjelasan laki-laki berusia 75 tahun ini mengandung kebenaran atau cuma sekadar bualan semata. Wallahualam.
Belakangan ini nama Meruya Selatan mencuat, setelah terjadi gugat-menggugat lewat pengadilan antara warga yang menempati tanah Meruya Selatan dan PT Porta Nigra yang mengklaim tanah di kawasan itu sebagai miliknya. (mulyawan karim, kompas.com)
sy minta tolong sampaikan komplain sy ke PEMDA JakBar,...tolong perbaiki Drainase didepan komplek..Meruya Indah..sering trjadi BANJIR..& jalan jd macet parah...
Comment Form under post in blogger/blogspot