Kamis

PRT, Jumlahnya Tidak Sesuai Permintaan

Buat mereka yang mencari pekerjaan di Jakarta, tapi tidak memiliki keahlian yang mencukupi, menjadi Pembantu Rumah Tangga (PRT) adalah pilihan terakhir.

Peluang kerja di sektor ini terbuka lebar seiring kebutuhan keluarga masyarakat perkotaan yang lebih memilih tidak melulu mengurusi masalah rumah tangga. Dengan adanya PRT, semua anggota keluarga (suami, istri, anak) bisa beraktifitas di berbagai sektor.

Dengan begitu, segala realitas tentang karir, profesionalitas, kesejahteraan, dari seseorang tidak terlepas dari peran PRT yang menggantikan tugas-tugas domestik keluarga.

Maka, bisa dibayangkan rantai elemen kontribusi ekonomi, sosial, dan kerja ratusan ribu dan jutaan orang di segala sektor penyelenggaraan negara, pendidikan, pengembangan iptek, usaha: industri barang, jasa, dan hiburan, yang berjalan karena kontribusi PRT.

Lebih jauh lagi, PRT pun dapat mendatangkan devisa negara bila mereka memilih bekerja di luar negeri.

Namun demikian, selama ini PRT tidak diakui keberadaannya sebagai pekerja oleh negara. Pemerintah pun tidak menyentuh keberadaan PRT dalam kebijakannya. Meski kehadiran PRT sangat dibutuhkan, namun apresiasi atas kontribusinya sebagai pekerja sangat rendah. Hal ini sangat ironis, mengingat kontribusi ekonomi yang diberikan PRT sangat besar untuk beberapa juta keluarga.

Pembantu Rumah Tangga sendiri sebenarnya tidak memiliki perlindungan hukum yang jelas meski situasi dan karakteristik kerja PRT cukup kompleks. Peraturan perundangan yang selama ini ada, hanya Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 yang lebih berperspektif hubungan kerja industrial dan tidak mengakomodir hubungan kerja PRT secara umum. Sehingga perlindungan hukum buat mereka masih sangat minim.

Kebutuhan
Tingginya kebutuhan PRT buat masyarakat Jakarta, membuat peluang usaha untuk sektor ini sangat terbuka lebar. Buat masyarakat Jakarta, keberadaan PRT dan baby sitter merupakan pelengkap dari aktifitas dan kebutuhan hidup mereka.

Bukan hanya PRT saja yang berkepentingan dengan peluang ini, tapi juga para penyalur tenaga kerja yang biasanya mengkoordinasi keberadaan PRT. Meski sudah ada penyalur yang menyuplai PRT ke beberapa rumah tangga, namun jumlahnya masih belum berimbang dengan tingginya kebutuhan PRT di Jakarta. Terutama saat perayaan Lebaran ketika PRT pulang ke kampung halaman.

Sekretaris APPSI (Asosiasi Penyalur Pekerja Rumah Tangga Seluruh Indonesia), Toto Suwanto menuturkan, jumlah PRT dan baby sitter bisa dikatakan kurang. Hal ini bisa terlihat saat menjelang hari-hari besar seperti Hari Raya Idul Fitri.

”Para PRT yang sudah bekerja biasanya akan pulang kampung dan kebutuhan akan PRT pengganti pasti meningkat,” jelasnya.

Bukan hanya saat menjelang Lebaran, di hari –hari biasa, ketersediaan PRT pun masih dianggap belum sesuai dengan kebutuhan. Ada berbagai alasan, salah satunya adalah adanya peluang kerja di luar negeri dengan upah yang lebih tinggi.

Padahal, seperti yang kita ketahui, betapa malang dan runyam nasib ribuan perempuan Indonesia yang mengadu nasib sebagai pekerja rumah tangga di negara tetangga seperti Malaysia. Mereka mendapat siksaan lahir dan batin. Hak dasar mereka sebagai pekerja dan manusia benar-benar dilecehkan.

Sebenarnya para aktivis dan lembaga swadaya masyarakat Indonesia sendiri sudah berkali-kali mempersoalkan nasib buruk yang menimpa PRT atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Namun, suara keprihatinan itu tidak terlalu dipedulikan, cenderung diperlakukan seperti angin lalu.

Rela Tidak Berlebaran
Memasuki bulan Ramadhan kemarin, PRT dan babysitter infal yang bekerja khusus selama Lebaran, tampak memenuhi sejumlah yayasan penyalur PRT. Permintaan sudah meningkat setelah bulan puasa tiba dan para PRT itu pun cepat dipesan.

Toto Suwanto yang juga Pimpinan LPK Citra Mandiri, pada Lebaran tahun ini, jumlah PRT pengganti yang disalurkan sekitar 500 orang. ”Tahun ini, permintaan PRT infal meningkat cukup tinggi. Sebab, setiap hari ada saja yang pesan PRT,” ungkapnya.

Stok PRT sendiri tergantung pada sponsor atau orang yang mencari dan membawa PRT dari daerah asal. Mereka biasanya yang akan mencari dan membawa calon PRT ke Jakarta. Kalau mereka belum dapat, berarti stok PRT tidak akan pernah ada.
Mencari orang di daerah yang berminat jadi penyulih PRT saja sebenarnya tidak mudah. Para penyulih tersebut juga tidak bisa sembarangan. Mereka harus benar-benar mendata calon PRT sebaik mungkin.

Khusus untuk PRT infal, kata Toto, mereka yang akan bekerja harus sudah mempunyai pengalaman dan memang memilih bekerja di Jakarta sebagai PRT pengganti. Makanya, gaji yang ditawarkan lebih tinggi dibandingkan hari-hari biasa.

Bagi warga yang ingin mengambil PRT atau baby sitter dapat memilih paket 1 bulan atau harian. Untuk paket bulanan, tarifnya Rp 700 ribu hingga Rp 1 juta/bulan. Sedangkan untuk harian, sekitar Rp 60.000 sampai Rp 80.000/hari.

Seperti yang diketahui, gaji untuk PRT inval lebih tinggi karena saat Lebaran mereka tidak kumpul dengan keluarganya di kampung halaman. Jadi wajar kalau gajinya naik dibandingkan hari biasa. Gaji para PRT biasanya Rp 400.000 sampai Rp 700.000 per bulan. Namun jika mereka harus bekerja saat hari raya, gaji mereka dibayar sekitar 3 kali lipatnya.

Uang yang diberikan PRT infal memang diakui lebih mahal dibanding gaji pembantu bulanan. Namun, selama hasil kerjanya sesuai dengan yang diharapkan, tarif 50-80 ribu rupiah sehari dirasakan masih wajar. Apalagi para pembantu tersebut sudah rela tidak berlebaran dengan keluarganya.

Salah satu PRT, Rohati (37), mengaku sudah 3 kali bekerja sebagai PRT di hari Lebaran. Dia rela meninggalkan keluarganya di kampung dengan tujuan mendapatkan uang lebih. Jika menjadi PRT di hari-hari biasa, penghasilannnya hanya sekitar Rp 500-700 ribu, tapi sebagai pembantu infal gajinya bisa mencapai Rp 1-2 juta. ”Ini sudah cukup untuk kebutuhan keluarga di kampung,” tukasnya.

Pembantu Rumah Tangga infal ini memang sering dijadikan pilihan buat mereka yang ingin mendapat uang banyak. Bayangkan saja, dengan bekerja beberapa hari saja, upahnya bisa 2 atau 3 kali lipat gaji per bulan PRT.

Namun, di balik itu semua, PRT dan penyalurnya juga harus memiliki tanggung jawab secara moril. PRT harus terus meningkatkan kemampuannya dan penyalurnya juga harus bisa memfasilitasi pelatihan-pelatihan PRT. Jangan asal ambil orang yang kerjanya asal-asalan.