Sabtu

Lapak Daging Kerbau Semanan

Penjual Musiman di Hari Raya

Sekilas, orang yang lewat jalan ini akan mengira kalau daging yang digantung adalah daging sapi atau kambing. Akan salah tempat jika ingin membeli kedua jenis daging tersebut di tempat ini.

Bagi warga Kosambi, tak heran jika Perempatan Taman Semanan Indah menjadi tempat yang strategis untuk menjual dan mencari berbagai barang kebutuhan pokok warga setempat. Disebut “area strategis” karena sebelum pintu masuk komplek, ada bagian perempatan jalan dengan mobilitas kendaraan bermotor yang ramai tiap harinya.

Setidaknya ada empat titik keramaian di sekitarnya, berasal dari Pasar Kosambi (dulu disebut Pasar Air Mancur), sekolah madrasah, bermacam restoran, dan situasi ramai Perumahan Taman Semanan Indah dengan kantor pemasarannya.

Beberapa waktu lalu, tepatnya dua hari menjelang Lebaran (8 dan 9 September 2010), sejumlah pedagang daging juga memanfaatkan lokasi tersebut untuk berjualan daging kerbau khas Lebaran. Di situ, menjadi tempat musiman penjualan daging kerbau untuk penganan khas Lebaran bagi warga asli Kosambi. Letaknya berada persis sebelum pintu masuk komplek.

Konsumennya tak hanya berasal dari sekitar wilayah Kosambi, namun ada juga yang datang dari wilayah Puri Kembangan, Cengkareng, Ciledug, dan Tangerang.

“Harga daging di sini lebih murah dibanding tempat lain dan penjual dagingnya juga banyak, makanya dari dulu saya lebih memilih ke tempat ini,” jelas Abdul Ro’ub, konsumen yang tinggal di daerah Kembangan.

Ternyata, Abdul Ro’ub memang sudah menjadi konsumen tetap. Dari tahun ke tahun, selama menjelang Lebaran, ia sempatkan diri untuk mampir membeli daging kerbau di sini.

Semua pedagang daging di pojok perempatan ini hanya menjual daging kerbau beserta jeroannya. Setidaknya, ada tujuh sampai delapan pedagang menggelar lapak daging kerbau segarnya. Tak tanggung-tanggung, kepala kerbau juga ditaruh di depan lapak oleh para pedagang. Selain dijual, kepala kerbau yang ditaruh dimaksudkan sebagai simbol bahwa yang dijual hanya daging kerbau.

Pedagang Musiman
Bagi warga asli Kosambi, tempat penjualan daging kerbau ini bukan lagi hal yang baru karena memang dari dulu hingga sekarang, tempatnya pun tidak berpindah-pindah.
Tak hanya dagingnya, jeroan kerbau seperti babat, hati, limpa, otak, dan sebagainya juga sangat laku serta banyak dicari konsumen.

Daging kerbau yang akan dijual biasanya sudah terbagi menjadi beberapa potong seperti bagian kaki sampai dengkul, paha atas/bawah, khas dalam/luar, bagian perut, dada, punggung, sampai bagian kepala yang terpisah pun ikut dijual. Proses pemotongannya langsung dilakukan di tempat itu juga.

Biasanya, paling sedikit konsumen membeli dua sampai tiga kilogram daging kerbau, satu kilo daging di tempat ini, rata-rata dihargai 90 ribu rupiah.

Ada juga beberapa orang yang membeli satu potongan utuh bagian paha dan sejenisnya, biasanya dimasak untuk satu keluarga besar (masyarakat Betawi).

Aktivitas menjual dan membeli daging kerbau ini sudah dilakukan warga asli Kosambi dari turun-temurun, tepatnya sejak 50 tahunan yang lalu. Pedagang musiman ini, serempak berdagang tiap dua hari menjelang puasa (Qunut), Hari Raya Idul Fitri, dan Hari Raya Qurban.

Selain pembeli daging yang umumnya berasal dari warga asli (Betawi) Kosambi, para pejualnya pun juga sama-sama warga asli (Betawi) Kosambi. Beberapa penjual tak jarang yang juga sekaligus memiliki peliharaan kerbau sendiri.

“Jumlah kerbau yang saya miliki hingga saat ini sebanyak 6 ekor, 2 ekornya sudah dipotong untuk dijual di sini dan kemungkinan akan bertambah lagi yang akan dipotong,” terang Haji Arsyad (Kesot), Ketua RW 01 Kosambi.

Yang menarik, tak hanya aroma amis yang akan tercium, aroma persaudaraan juga kental terlihat mewarnai proses tawar-menawar harga daging di tempat ini.

Ternyata, selain untuk tempat mencari nafkah, tujuan lain kegiatan berjualan daging ini dimaksudkan juga sebagai ajang silaturahmi antara penjual dan pembeli yang kebanyakan sama-sama warga Betawi Kosambi.

Selera Asli Betawi
Seolah tak terkikis oleh jaman, tradisi memakan daging kerbau masih banyak dilakoni oleh warga asli Betawi di wilayah manapun. Hal ini seperti sebuah kebiasaan yang merupakan keharusan. Memasak dan mengolah makanan dari bahan daging kerbau menjadi ciri khas yang sudah membudaya secara turun-temurun dari jaman nenek moyang mereka hingga sekarang.

Daging kerbau sering dimasak tak hanya pada saat hari penting agama Islam seperti Lebaran, tapi juga untuk beberapa moment penting lain seperti acara selamatan, khitanan, perkawinan, dan sebagainya.

Bagi warga Betawi, daging kerbau kerap dijadikan sebagai bahan dasar yang kemudian diolah menjadi menu “selera asli Betawi”. Daging kerbau segar dapat diolah menjadi beberapa jenis makanan yang menggugah selera. Umumnya dibuat semur, opor, kari, tongseng, dan capcay.

“Saya paling suka kalo daging kebo dimasak semur. Tapi, kalo bukan orang Betawi nyang bikin, saya agak kurang nafsu makannye,” tegas Haji Komarudin warga Kosambi dengan logat Betawinya.

Selain pada ciri khas daging, ada bumbu rahasia yang juga sangat berpengaruh untuk menciptakan sebuah rasa khas dalam makanan Betawi. Umumnya, semua ibu-ibu (orang betawi) sudah mengetahui resep/bumbu utama makanan khas Betawi tersebut. Sehingga, di mana saja dan siapa saja yang memasak, saat mencicipi makanannya, tetap akan ketahuan siapa yang memasaknya.

Sebagian orang Betawi mengatakan, tekstur agak keras dari daging kerbau (dibanding daging lain), maka daging kerbau disebut dilambangkan sebagai sifat “kerasnya orang Betawi”. Dalam artian, mereka sangat memegang teguh prinsip hidup dan tak akan ada orang yang semena-mena dapat merubahnya. Kerbau juga dijadikan sebagai simbol binatang yang suka bekerja keras dan tak memilih-memilih tempat untuk bekerja.

Sampai sekarang, anggapan di atas ternyata masih dipegang teguh dari waktu ke waktu. Setidaknya, bagi orang-orang Betawi, paham-paham positif tersebut berguna untuk memotivasi diri mereka agar lebih giat dan semangat menjalani kehidupan ini.