Sabtu

Sengketa Tanah Meruya Selatan

Terus Bergejolak, Ancam Boikot Pemilu

Sengketa tanah Meruya Selatan (Mersel), Kembangan, Jakarta Barat, seperti tidak ada habisnya. Masyarakat kembali dibuat resah, dengan keluarnya surat dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat yang menetapkan pelaksanaan eksekusi akan dilakukan pada 14 Januari 2009. Warga yang mengetahui kabar ini langsung merapatkan barisan dan menyiapkan perlawanan.

Dalam surat bernomor 11/2007 Eks. Jo.No.364/PDT/G/1996/PN.JKT.BAR, itu menyebutkan, jika eksekusi akan dilakukan pada Rabu, 14 Januari 2009 lalu. Dalam Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Eksekusi Pengosongan (SPPEP) tertanggal Kamis, 08 Januari 2009 itu, menyebutkan Radius Hadiwijaya, selaku Juru Sita PN Jakbar siap melaksanakan eksekusi. Di sana juga tertulis, juru sita mendapat perintah dari Ketua PN Jakbar, dan ditunjuk oleh Panitera Pengadilan.

Di dalam surat itu juga disebutkan, jika PN Jakbar telah memberitahukan kepada Haji Djuhri bin Haji Geni, yang beralamat di Jl Meruya Udik RT 003/002 Jakarta Barat, yang dalam surat disebutkan sebagai termohon eksekusi 1 untuk mengosongkan lahan. Lahan yang dimaksud dalam surat itu adalah, tanah milik adat persil No 14 SIII, Girik No 460 atas nama Remik bin Gabel, dengan luas 2.080 meter persegi, atau sebanyak 25 lokasi tanah adat dan persil.

Tanah tersebut seperti tertulis di surat terletak di Kelurahan Meruyaselatan (d/h Meruya Udik) Kecamatan Kembangan (d/h Kebonjeruk) Jakarta Barat. Surat yang saat ini telah diperbanyak oleh warga itu, juga menyebutkan kalau dengan batas waktu itu tanah tidak dikosongkan, maka eksekusi akan dilakukan secara paksa.

Mengetahui isi surat pemberitahuan tersebut kontan membuat warga Mersel meradang, mereka tidak terima dan siap melakukan perlawanan. Pertemuan langsung digelar pada Kamis (8/1), dengan mempertemukan 83 ketua RT dan 11 Ketua RW di Kantor Kelurahan Meruya Selatan. "Warga sepakat untuk mencegah terjadinya eksekusi,” ujar Tajudin Widodo, Sekretaris Tim Kerja Meruyaselatan.

Tajudin menuturkan, warganya akan melakukan segala hal agar eksekusi batal dilakukan. "Kita tidak peduli, meski tanah yang dieksekusi hanya sejengkal, kita tidak akan membiarkanya terjadi," tegasnya. Selain itu empat orang perwakilan warga diantaranya, Tajudin Widodo, Prijanto, Jawahir, dan Herman Budi pada saat itu juga mendatangi Kantor Polres Jakarta Barat.

Mereka hendak menanyakan, apakah benar Polisi diminta mengawal rencana eksekusi pada 14 Januari mendatang. Namun saat itu Kapolres, maupun Wakapolres sedang tidak ada di tempat, sehingga perwakilan warga hanya ditemui oleh Dewi, Asisten Pribadi Wakapolres. ”Kita belum menerima perintah atau diminta bantuan terkait eksekusi tersebut,” kata Dewi.

Berusaha menenangkan warganya yang gusar, Walikota Jakarta Barat, Djoko Ramadhan meminta agar warga menyikapi surat tersebut dengan kepala dingin. Kegiatan yang menjurus ke hal-hal negatif sebaiknya dihindari, agar tidak merugikan. Pemkot Jakbar, juga tengah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak. ”Saya minta warga bisa berpikir jernih,” pungkasnya.

Sementara itu, dari pantauan Adinfo, wilayah Mersel saat ini telah dipenuhi berbagai spanduk perlawanan. Dari puluhan spanduk yang terpasang itu, tidak jarang yang berisi nada keras dan provokatif. Seperti salah satu spanduk di gerbang masuk Komplek Unilever yang berbunyi ”Warga Siap Mati Berdarah-Darah Kalau Eksekusi Terjadi.”

Bahkan, Selasa (13/1), satu hari sebelum eksekusi direncanakan, warga bersama gabungan salah satu ormas kepemudaan pun terlihat berkerumun tepat di depan jalan Haji Juhri. Dalam hal ini, warga dan ormas kepemudaan tersebut membagi-bagikan brosur yang berisikan ”Kami warga Meruya Selatan (Meruya Udik) tidak ingin dijadikan korban seperti kasus Jelambar. Kami siap mati membela hak dan & kebenaran”.

Selain itu, ada pula selebaran dari warga yang di bagi-bagikan kepada pengendara yang melewati jalur tersebut yang bertuliskan ”Keputusan MA atas tanah Meruya Selatan (Meruya Udik) penuh dengan rekayasa yang didasari atas KKN. KPK harus turun tangan karena banyak aset pemerintah yang berpindah tangan”.

Pemandangan yang sama pun terlihat pada saat rencana eksekusi dilakukan, Selasa (14/1). Kali ini, terlihat warga bergabung dengan ratusan ormas kepemudaan tetap berjaga-jaga jikalau eksekusi benar-benar dilakukan. Namun hingga pukul 12.00 siang, tak terlihat petugas PN Jakarta Barat terlihat dengan membawa alat berat guna mengeksekusi lahan di wilayah tersebut.

Saat dihubungi Adinfo, Fransisca Romana, SH menuturkan, sengketa tanah di Meruya Selatan terbagi menjadi dua. Selain dengan pihak warga, PT. Portanigra pun bersengketa dengan Pemda. ”Warga yang sudah melakukan mediasi tanahnya tidak akan terkena eksekusi pada tanggal 14 Januari 2009 ini,” tukasnya.

Ancam Boikot Pemilu
Tidak hanya sampai di situ, jika lahan di Meruya Selatan jadi dieksekusi, warga Meruya Selatan pun mengancam akan memboikot Pemilu 2009. Hal tersebut disepakati karena Pengadilan Negeri Jakarta Barat selanjutnya akan mengeksekusi lahan pada minggu berikutnya (Senin, 19/1).

Mengenai aksi golput, warga sepakat mulai kini kawasan Mersel terlarang bagi atribut pemilu. Bahkan warga sudah menetapkan, jika eksekusi nanti berlangsung akan menjadikan kawasan Mersel zona anti pemilu.

“Eksekusi harus dibatalkan, kalau tidak kami tidak akan ikut pemilu,” ujar Sukayat, Koordinator Tim Kerja Perwakilan Masyarakat Kelurahan Meruya Selatan, Rabu (14/1). Sikap tersebut, menurutnya, bukan karena ingin menentang pemerintah dan menggagalkan pemilu. ”Ini hanya salah satu cara agar nasib warga Mersel yang terancam kehilangan tempat tinggal bisa lebih diperhatikan. Kami hanya menuntut keadilan atas hak kami,” katanya.

Zona antipemilu di Mersel, kata Sukayat, adalah kesepakatan warga untuk tidak memberikan hak suaranya, melarang atribut partai dipasang, dan melarang adanya kampanye. Namun jadi tidaknya zona antipemilu di sana tergantung pada jadi tidaknya eksekusi yang akan dilakukan PN Jakbar. ”Semoga eksekusi tidak jadi dilaksanakan sehingga tidak ada zona antipemilu di Mersel,” terangnya.